7 DAYS EXPEDITION yang AMAZING!

Penulis: Mas Budi Respati
Data: Eko Lelono
Foto: Reza Dana, Kadex, Zonal, Yuda Laman

Satu kata yang pantas dikasih kelar ikut ekspedisi 7 DAYS EXPEDITION 2017 “Di Timoer Matahari” ga lain adalah “Amazing!” Yuk ah kita simak cerita keseruannya!


DAY ZERO

HIDANGAN PEMBUKA YANG LEZAT!


Saya ga nyangka Kadex Ramayadi, leader 7 DAYS kali ini bakal kasih bonus ½ hari offroad yang nyenengin banget dari Ubud menuju Pelabuhan Padang Bai. Lumayan nih jadi ada masa penyesuaian buat saya yang udah kelamaan ga offroad. Start dari Villa Casa Ganesha Ubud, kawasan dimana kita kenyang melihat bule bersliweran. Waktu saat itu udah deket jam 13.00 WITA. Kadex kasih aba-aba untuk bersiap. “PREPARE...PREPARE 15 MENIT LAGI!” , itu kata2 romantis yang bakal "ngetop" sampai 7 hari ke belakang di perjalanan ini. Aki Wisnu yang ngebet banget ikutan tapi batal sampe sengaja datang ke Ubud, Bali untuk ikutan melepas tim ekspedisi. Tujuan finish hari ini adalah Bukit Ilalang yang bakal jadi lokasi temen-temen ngeliat sunset di atas Padang Bai.

Beradu cepat di Pantai Kusamba

Formasi di “Hari Bonus” ini adalah: Kadex (Captain), Yuda Laman (Team Leader), Syarif, Pakde Tris, Eko Lelono, Joko S, Agus Daryanto, Budi Respati, Ucox Villa, Aditya F., Katon, Kurnia Jaya (Leader Lombok), Nanang Sale (Sweeper), Bang Aike (Sweeper), Mafid (Sweeper) ditambah Reza Dana fotografer enduro yang hasilnya selalu ciamik, bikin geleng2 kepala. Manteb formasinya!

Temen-temen berjalan dalam kecepatan rendah dari daerah Pengosekan menuju Nyuh Kuning, Monkey Forest di kawasan Ubud. Rute awal ini banyak melalui lintasan aspal dengan cuaca panas terik  menuju Gianyar. Kadex ngajak sedikit “warming up” dengan menerabas sebuah kali kecil, uji kesiapan para rider. Satu persatu rider lolos sampai tiba giliran untuk duo rider kawakan Nanang Sale yang sekarang punya panggilan baru “Mami Joice” & Bang Aike. Mereka beradu gaya dengan aksi memotong arus sungai berbarengan. Awalnya penampilan duo kawakan ini terlihat sempurna. Seperti peragawan berjalan di catwalk. Maklum offroader senior.  Namun hampir saja mereka berhasil, ndilalah air masuk ke dalam karburator kedua motor. Sehingga mesin keduanya drop dan sama-sama mati! Kontan bikin ngakak kita semua! Gaya lebay offroader lawas emang ga ada matinya.Adaaa aja.

Duo lawas sama-sama nge-drop di kali

Temen-temen trus memacu tunggangannya ke wilayah pantai Kusamba, bagian Timur Laut Pulau Bali. Abis rehat 5 menit Kadex kasih aba-aba buat gaspol di bibir pantai. Cuma dia ngingetin "Hati-hati yah banyak tali kenur yang ditebar warga yg memancing ikan laut!" Salah ambil jalur, resiko terjerat tali pancing bisa bikin repot.

Kadex mulai memacu kuda besi AJP-Tigernya di depan diikuti “Engkong” Yuda dan Pakde Tris yang sedari awal udah ga sabar gaspol di atas pasir basah. Diikutin rombongan belakang, Syarif dan Mafid yang juga napsu banget. Eko Lelono yang baru sekali ini offroad di lintasan pasir pantai keliatan tegang banget. Dia cuma kuatir motornya nge-drop kalo lewat pasir sama kesapu ombak.

Offroader Solo Joko Sihmawanto yang baru pertama kali ikutan perjalanan panjang bernafsu menjajal KLX 150 full racing-nya di jalur pasir empuk ini. Dengan posisi badan ditarik ke belakang ala pembalap kawakan gas diputar sampai sehabis-habisnya! Sayang sedang asik-asiknya dia gaspol ban paculnya kejerat tali pancing! Ups...hampir aja dia klontang! Untung lumayan gesit jadi motornya ga sampai nyungsep! Pemilik tali pancing sempat juga esmosi. Mimpi mancing putri duyung buyar!! Untung aja persoalan bisa cepat kelar setelah kita damaikan & meminta maaf.

Insiden lain menimpa offroader lawas begaya Rock n Roll, Mr. Mafid Nitisastro. Budayawan & offroader yang kali ini bergaya celana panjang kulit hitam ala rockdut alias rocker dangdut menyemplak tunggangan yang diberi julukan “Si Kuda Sumbawa”. Waktu asik membuka gas bernafsu menyalip Syarif Hidayatullah dari sisi luar pantai tiba-tiba si Kuda Sumbawa batuk2 kesapu ombak!!! Wow! Barengan sama kejadian itu, Reza yang sedang ambil gambar persis di depannya hampir aja ketabrak. Untung Reza gesit! Gerak cepat, walopun air laut sempat nyiram kamera andalannya. Kuda Sumbawa pun akhirnya mati mesin karena karburator terlalu kencang ngisap air laut.

Gaspol di Pantai Kusamba, Bali

Lintasan pasir Pantai Kusamba emang keren! Lebarnya +/- 15 m mirip lintasan balap pasir pantai legendaris di Perancis Le Touque! Bakalan bikin ngiler siapapun untuk ngebut di lintasan sepanjang +/- 3,5 km itu.

15.00 WITA kita bergerak ke daerah yang lebih sejuk. Penduduk lokal sana nyebutnya Bukit Badabudu dengan view Gunung Agung dibelakangnya. Kita mulai meliuk-liuk menanjak naik di kondisi jalur tanah hitam gembur, tipikal jalur tanah di Bali. Tanjakan pertama di jalur itu mulai makan korban. Yuda Laman alias “Engkong” dengan CRF 230 nya sliding di tanjakan keramik dan hampir aja nyungsep mundur ke belakang. Tanjakan selanjutnya juga kembali memakan korban. Engkong lagi dan Aditya alias Ableh. Ableh kontan panik. Apalagi ditambah masalah electric stater motornya macet! Tenaganya abis karena bolak-balik musti nyelah motor.

Korban tanjakan Bukit Ilalang

Kejadian lain yang cukup parah menimpa Mafid. Kuda besinya yang berbobot lebih dari 110 kg namun bertenaga badak lepas kendali waktu menanjak trek bebatuan. Akibatnya motor “backflip” dan tangki fiber-nya terantuk ke batu besar. Alamak apa yang saya kuatirin kejadian juga, tangki bensinnya bocor! Kadex segera membangunkan motor dibantu dua rider lokal Bli Komang & Bli Wayan. Membantu memposisikan motor sehingga bensin tidak banyak tumpah. Bli Wayan bahkan berinisiatif membeli lem korea dan sabun mandi untuk menutup celah bocor pada tangki.

Mafid yang berpengalaman lama di dunia offroad motor nasional & internasional berusaha tenang. Dengan sabar ditambalnya retakan pada tangki dengan menggunakan lem korea dicampur abu rokok dan busa filter rokok. Hasilnya cukup lumayan. Setengah jam kemudian ia sudah bisa kembali riding dengan senyuman khas-nya pria brengosan itu.

Waktu teman-teman lain menunggu Mafid menambal tangki bocor, mereka didatengin beberapa penduduk lokal. Dengan wajah polos mereka nawarin kita kopi dan salak khas Bali. Amazing yah! Tanpa kenal, kita bisa ketemu penduduk yang tulus dan berbaik hati. Mau dibayarpun mereka ga mau. Padahal mungkin kita udah ganggu mereka sama suara motor kita. Itulah hebatnya Indonesia!

Waktu udah hampir jam 6 sore. Bukit Ilalang yang ada di daerah Karangasem tinggal selangkah lagi. Bukan perkara mudah mendaki Bukit Ilalang.  Suasana magrib bikin pandangan makin gelap dan jadi ga fokus, ditambah tanah yang berwarna hitam dan jalur yang masih menanjak. Satu persatu temen-temen mencoba bolak-balik mendaki Bukit Ilalang yang terjal. Lumayan nguras tenaga.


Saya juga jadi korban...hahaha

Beberapa gagal dan mencoba lagi.  Pakde Tris, Mas Agus Klaten, Engkong, Reza yang udah ada di atas bukit beruntung masih sempat ngeliat sedikit penampakan sunset dengan view Gunung Agung dan Pelabuhan Padang Bai. Sayang cuaca agak mendung.

Masih 4 riders tertinggal di bawah bukit. Mafid, Kurnia Jaya, Joko dan Aike. Ga tau kenapa keempatnya ga muncul2. Mungkin kesulitan nanjak bukit dengan kondisi jalur yang terjal. Mengingat hari makin malam Kadex pun berinisiatif membagi grup menjadi 2. Mereka yang sudah berada di atas Bukit Ilalang tetap meneruskan perjalanan dipimpin Reza. 4 riders yang tertinggal dipaksa  “back track” ke jalan raya bersama Kadex. Kadex membalik motornya menyusul ke-4 rider tersebut. Leader yang berpengalaman banget di ekspedisi "Ring of Fire" ini emang beneran lincah mainin motor, kayak bawa sepeda BMX aja. Sebentar motor diputer, sebentar dilempar!

Tiba di puncak Bukit Ilalang

Belum sempet Kadex jalan jauh, ke-4 rider sudah muncul dengan wajah penuh gembira. Ternyata tadinya mereka memang benar2 ogah naik ke bukit. Alesannya macem-macem. Ada yang alesan motor beratlah, ada yang frustasi udah nyoba tapi gagal terus, ada yang alasan lampu motor redup. Pokoknya macem-macem deh...

Waktu mereka di bawah bukit, keempatnya bikin "rapat kecil". Tau dong siapa dalangnya? Mafid dan Aike inisiatif nyari cara lepas dari rombongan atas dan langsung “back track” via aspal menuju Padang Bai. Alasannya hari udah gelap. Usulan ini diamini Joko & Kurnia Jaya, yang sedari tadi udah wara-wiri macam setrikaan nyoba naik-turun bukit tapi tetep gagal.

Tapi lucunya ga ada satu pun yang tau jalur menuju aspal dan ga ada yang berani bergerak duluan. Tak terkecuali Bli Kurnia Jaya sebagai leader Lombok. Ujungnya mereka pun mau-ga-mau harus bersusah payah menyusul grup atas.

Mendekati jam 19.00 WITA kita pun regrup di Pelabuhan Penyebrangan Padang Bai. Gabung lagi sama Eko Lelono (Mas Celana) & Nanang Sale yang tadi batal masuk Bukit Ilalang karena persoalan selang rem belakang motornya. Tapi kita curiga itu cuma alesan. Sebab mereka malah akrab sama 2 cewe bule asal Spanyol di Padang Bai.

Malam ini temen-temen nginap di kapal Ferry menuju pelabuhan Lembar, Lombok. Menjajal cerita tentang penyebrangan Bali-Lombok yang katanya terkenal dengan “Goyang Lautnya” yang dasyat!
Sembari tak lupa minum obat anti mabuk!

Tanjakan terjal Bukit Ilalang

DAY 1

LARI & LOMPATLAH SEPUASMU!!!


05.30 WITA. Tiba di Pelabuhan Lembar, Lombok kita mampir di sebuah mushola kecil di ujung pelabuhan sambil nyeting ulang kepala kami yang koclak akibat goyangan di kapal penyebrangan. Ada untungnya kami nenggak obat anti mabuk sebelum nyebrang. Kami pun segera bergabung dengan beberapa rider yang udah nunggu di Mataram, Lombok. Mereka adalah Ipik, Syukron Hadi, Cing AM, Indra Kiwil, Bang Zonal Z, Indra Apriadi, Fauzan dan Hadi Alung.


Pagi di Pelabuhan Lembar, Lombok

Sampai di hotel tempat mereka menginap motor Ableh langsung dibenahin sama Teple, asisten mekanik. Motor Reza Dana yang dari kemarin bermasalah di electric starter & motor Kurnia Jaya yang mengalami masalah pada mesin juga masuk bengkel.

Beberapa temen-temen yang ikut di Day Zero manfaatin waktu untuk mandi dan mengganti pakaian sembari menunggu kawan-kawan lain. Pagi ini mereka bertemu dengan Mobil Support yang digawangi oleh Chodhot, Teple, Tomy dan Karel sehingga bisa 'reload' perlengkapan.

Jam menunjukkan pukul 10.30 ketika grup siap. Kurnia Jaya sebagai leader Lombok ambil posisi di depan diikuti Kadex dan sweeper yang bertambah satu, Hadi Alung yang selalu setia ngawal kita di belakang.

Full team start di Lombok

Grup langsung gaspol tunggangannya onroad sepanjang +/- 40 km ke kawasan Lombok Utara. Sampai di Desa Selelos Kecamatan Gangga kita udah ditunggu jalur menantang dan segar! Jalur panjang penuh “undakan” dan full speed. Engkong Yuda bertukar motor dengan saya. Mendapat sebuah CRF 230 ibarat pindah dari kasur kapuk ke kasur springbed, begitu istilah Ndoro Mafid nitisastro.

Kesempatan ini ga saya sia-siakan! Semuanya berlompatan! Semuanya gaspol! Semuanya hepi! Jumlah lompatan tak terhitung. Fauzan, Joko & Kurnia Jaya yang berada di barisan depan melesat beradu cepat. Berasa banget kayak di lintasan balap motocross. Apalagi ditonton penduduk lokal. Yang lain pun tak kalah serunya. Nanang Sale-Mami Joice yang terkenal kalem menjadi “liar” di lintasan seribu lompatan ini.


Pantai Tebing, Lombok

Kami heran kenapa ya banyak banget “gundukan” di daerah situ. Sebagai kawasan lereng pegunungan gundukan digunakan sebagai cara menahan air hujan agar mengalir ke dalam halaman dan terserap ke dalam tanah. Sebuah cara mendapatkan cadangan air tanah yang menarik. 

Kecamatan Gangga sebagai dataran tinggi penuh oleh perkebunan kopi dan coklat. Kabarnya juga punya beberapa lokasi wisata air terjun. Ga heran di tengah jalan kami ketemu 2 turis Malaysia yang nyasar yang pengen plesiran ke air terjun tersebut.

Lokasi buka tenda di Pantai Tebing, Lombok

14.00 WITA kami regrup tanpa Kadex dan Reza. Motor Reza trouble lagi pada mesin KTM Freeride-nya. Temen2 pun kasih saran Reza untuk pakai KTM EXCF 450 milik Mas Heri Cahyono yang belum dipake. Reza & Kadex langsung keluar jalur untuk menyusul Mobil Support.

Lintasan di wilayah Gangga ini panjang dan hampir tanpa celah untuk nurunin gas. Gigi persnelling hampir selalu di angka 3 atau 4. Makan siang pun terpaksa seadanya di satu-satunya warung yang ada di perkebunan kopi, juga dengan menu seadanya, lontong dan kuah sayur nangka.




Deket magrib baru kita bisa regrup dengan kadex di wilayah Pantai Tebing. Setelah sedikit photo sesi di pinggir pantai grup bergerak ke arah barat untuk mencari makan malam. Tiba di sebuah rumah makan yang masih buka di daerah antara Pamenang-Pantai Tebing kami langsung menyerbu makanan. Perut kami udah bener-bener laper. Saking ga sabarnya, sampai harus antri sendiri di depan penggorengan menunggu masakan jadi kalo ga mau disalip orang lain.

Kadex lalu berinisiatif meminta izin pada pemilik rumah makan untuk bermalam & membuka tenda di pinggiran pantai. Mengingat waktu udah lewat dari jam 20.00 WITA. Alhamdulillah diijinkan. Pemilik warung yang juga anggota TAGANA cukup seneng dengan kehadiran kami. Ia bersemangat menyiapkan segala sesuatunya.

Beberapa orang segera nyiapin tenda, lainnya mengikat kain tidur gantung (hammock) sisanya ada juga yang cuma ngeringkuk di kantung tidur. Inilah kali pertama kita bermalam ditemani langit berbintang dan alunan suara ombak.

Nikmatnya buka tenda di tepi pantai

DAY 2

KENAWA EXPERIENCE

Mobil support full barang peserta

PREPARE!!!....PREPARE!!!...PREPARE!!! 1 Jam lagi kita jalan. Suara teriakan Kadex mulai kedengeran lagi. Hari berasa cepet siang di kawasan pesisir. Panas mulai menyengat. Tepat jam 08.00 WITA Kadex mulai briefing. Diikuti doa yang dipimpin oleh pendatang baru, Ujang Wahyudin alias Om Hansen. Doanya lumayan panjang Mungkin termasuk doa minta rejeki & kekayaan.

Tujuan kita hari ini adalah Penyebrangan Kayangan, Lombok menuju Poto Tano Sumbawa. Rencana mendaki menuju Pos 3 Rinjani terpaksa kita 'skip' karena waktu yang mepet. Kadex kasih isyarat kalau hari ini kita akan banyak cross country, keluar masuk kampung-jalan raya.


Kadex dan Kurnia mulai ngarahin teman-teman menuju Bukit Anyar. Sebuah wilayah perbukitan tepi pantai yang penuh hamparan rumput hijau nan panas. Menjadi lokasi tepat untuk Reza motret kami. Disambung menjajal kecepatan bermotor di lintasan penuh debu sebelum menuju Bayan.



Bukit Anyar, Lombok

Perjalanan dilanjutkan dengan melintas Jl. Raya Bayan menuju Sembalun, Rinjani. Jalan mulus dan sepi membuat kami lebih berani membuka gas beradu kecepatan. Suasananya agak mirip kawasan Batu, Malang. Sayang Kadex harus pisah grup ngebengkel karena plat coupling-nya abis sehingga harus mencari bengkel terdekat. Kurnia Jaya memimpin grup kembali. Menjajal trek Sembalun menuju salah satu pintu pendakian di kaki Gunung Rinjani.


Mencoba beraksi di Bukit Anyar, Lombok

Turun dari pintu pendakian 2 orang peserta Indra Apriadi dan Pakde Tris minta ijin turun duluan menuju Pelabuhan Penyebrangan Poto Tano karena kondisi kesehatan Indra yang tiba-tiba drop. Pakde Tris berinisiatif mengawal.

Kondisi motor Cing AM juga ngalamin trouble. Air radiator masuk ke dalam mesin KTM Freeride-nya. Untungnya masih bisa dikendarai hingga Pelabuhan Poto Tano walaupun pelan. Katon sang mekanik handal asal tanah Betawi coba nyari akal agar masalah bisa ditangani. Dibantu Mas Agung Nugroho yang menunggang merk yang sama, keduanya membuka mesin. Untung tak dapat diraih, air sudah bercampur dengan oli mesin sehingga mustahil motor bisa dijalanin.



Motor terpaksa dituntun masuk ke kapal. Selama 2 jam perjalanan peserta beristirahat di kapal. Tiba di Pelabuhan Poto Tano kami segera bersiap2 nyebrang menginap di Pulau Kenawa tanpa motor. 

Rencana menginap di Pulau Kenawa ini menjadi satu momen penting dalam perjalanan ini. Di pulau yang katanya tanpa kehidupan ini, air jadi barang langka. Makanya Kadex nyuruh kita bawa air seenggaknya 3 botol air mineral besar.

Hi Speed menuju Bayan

2 kapal motor kecil udah nunggu kami. Persis jam 10.00 WITA kami bersiap naik kapal. O..oo tapi lagi-lagi ada masalah.

Kapal yang bakal bawa kita ga bisa merapat ke dermaga karena kondisi air surut. Terpaksa kita turun ke bawah dermaga terendam air laut setinggi paha biar bisa sampai naik ke kapal. Om Hansen dan Syukron Hadi berada di depan bawa tas besar kayak mau pulang kampung. Batuan laut yang terendam air cukup licin membuat kami harus extra hati-hati melangkah. Salah sedikit pasti terpeleset. Selangkah lagi sampai kapal tali tas Om Hansen putus! Tasnya kecebur ke laut! Semua barang bawaannya basah kerendem air laut. Keliatan banget dia kesel. Tapi ga berapa lama kembali hepi karena dibecandain sama temen-temen.


Menuju Sembalun, Rinjani

Perjalanan menyebrang makan waktu 20 menit  ke Pulau Kenawa. Ini jadi pengalaman seru bagi kami. Boleh dibilang ini perjalanan unik. Karena di malam hari nelayan dengan perahu kecil banyak memotong jalur penyebrangan kami dengan perahu yang tanpa dilengkapi penerangan yang layak. Cuma lampu senter yang dinyalain sesekali buat tanda. Perahu kami sendiri yang berkapasitas max 15 orang juga ga dilengkapi lampu sorot. Hanya senter yang agak besar.


Sembalun, Rinjani, Lombok

Kondisinya jadi mirip film2 perang waktu pasukan marinir siap2 nyerbu ke sarang musuh.

Tiba di Pulau Kenawa kondisi gelap gulita. Hanya satu warung yang stand by nungguin kita dengan penerangan genset. Satu kelompok turis lain yang membuka tenda disana. Mereka kabarnya dari Malaysia.


Menunggu Kapal penyebrangan ke Poto Tano, Sumbawa

Kita pun segera nyari spot lokasi yang asik untuk buka tenda. Bayangan kami tentang Pulau Kenawa yang dikesankan “Dead Island” sedikit pudar dengan adanya warung tersebut. Tapi no problem lah. Kita tetep hepi karena justru bisa ngupi tanpa repot2 bikin sendiri.

Sebelum menyebrang Kadex nyuruh kita bawa 3 botol besar air mineral untuk keperluan mandi, buang air dan minum karena  air langka disana. Kalo ga mau repot cukup bayar 15.000 untuk sekali mandi. Jatahnya 1 galon air. Kadex sendiri agak kaget dengan perkembangan pulau karena sudah ada bangunan ini-itu dari yang sebelumnya tidak ada sama sekali.


Menyebrang ke Pulau Kenawa

Malam ini menjadi malam kedua kami membuka tenda di bibir pantai. Kadex janji, besok pagi ketika bangun tidur kita akan seperti berada di surga dunia. Aahh...macaciihh..xixixi


View dari Pulau Kenawa

DAY 3

BULE NYASAR


Pagi ini saya nyusurin pinggiran pantai Pulau Kenawa yang luasnya sekitar 13 ha bersama Eko Lelono. Pulau kecil dengan satu bukit menjulang adalah pemandangan unik. Karena kalo kita naik ke atas bukit maka kita bakalan takjub ngeliat panorama pulau sumbawa, Rinjani di kejauhan dan sejauh mata memandang terlihat hamparan Laut Bali.


Satu-satunya bukit di Pulau Kenawa

Kita bergerak kembali ke Poto Tano sekitar pukul 09.00 WITA. Setelah reload, jam 10.00 kami mulai riding onroad paling panjang menuju daerah Baturotok sebagai tujuan finish hari ini.


View dari bukit di Pulau Kenawa

Cing AM yang di hari sebelumnya mengalami kerusakan parah pada KTM Freeride-nya, hari ini memakai Suzuki TS Indra Apriadi yang ditinggal pemiliknya untuk bed rest akibat drop kesehatannya kemarin.

Hari ini juga masuk rider baru, Heri Cahyono Ongisnade. Mengendarai KTM lawas 450, dia keliatan sangat siap & fresh banget untuk memulai ekspedisi.

Perjalanan onroad bagi kami yang terbiasa offroad adalah hal biasa. Namun kadang panjangnya jalur bikin kami ngantuk. Maka salah satu siasatnya adalah berusaha berjalan cepat alias ngebut agar terpacu melawan rasa ngantuk. Kadex paham tentang hal ini makanya kadang membiarkan kami menyusulnya. Om Hansen dengan Husky 350cc nya hampir selalu berada di barisan depan. Motor lansiran tahun 2017 itu performanya memang prima.

Tapi ga disangka langkah cepatnya tiba-tiba terhenti. Ada masalah apa gerangan? Ow..ow..hampir semua baut gear belakangnya rontok. Tinggal 1 atau 2 yang masih bertahan. Kok bisa ya? Sontak kejadian ini menjadi bahan tertawaan kawan2. Ketua Husqvarna Owner Club jakarta itu gemeees betul lihat kondisi motor kebanggaannya itu. Setengah percaya motornya bisa ngalamin trouble kayak gitu.

Mekanik Katon pun kasih solusi nyopot baut2 gear belakang KTM yang ada di mobil support.




Gara-gara masalah ini grup terpecah jadi 2. Sebagian besar berjalan di depan sementara sisanya menemani Om Hansen. Selesai mengganti baut gear grup ini segera rolling dan kemudian rehat untuk minum es kelapa muda & makan siang.

Di tengah perjalanan onroad masalah lain timbul. Bak coupling CRF 230 milik Pakde Tris rembes oli. Sebenarnya persoalan ini udah mulai timbul kemarin namun baru terasa parah hari ini. Pakde dengan raut wajah kesel segera nyari bengkel terdekat untuk memeriksa kondisi mesin. Untungnya masalah cepat ditemukan. Baut mesin terpasang yang seharusnya berukuran panjang, yang terpasang justru berukuran pendek. Oleh karenanya oli mesin bocor sampai setengah liter. Selesai persoalan pada motor Pakde timbul persoalan di motor lain. Tali coupling Suzuki TS milik Nanang putus. Untung cepet ketemu  Katon yang sigap ganti pake sparepart yang dibawanya.


Kembali ke Poto Tano

Masalah lain timbul lagi. Lagi-lagi menimpa ketua HOC Jakarta, Om Hansen.  Baut pegas gagang standar Husky-nya tiba-tiba copot entah kemana. Hal ini bikin dia jadi bahan tertawaan lagi. Kita jadi berpikir jangan-jangan Husky milik Ketua HOC Ibukota adalah motor 'seken'. Bisa jatuh gengsinya Om Hansen kalo begitu nih!  

Perjalanan onroad yang panjang dan agak membosankan diluar dugaan ngasih 'kejutan'. Saat acara makan siang grup di barisan belakang, sepasang bule Australia merapat mampir di tempat yang sama untuk istirahat juga. Keduanya mengendarai KLX 150 standard dengan membawa papan selancar di sisi kiri salah satu motornya. Setelah obrolan singkat dengan Eko Lelono diketahui mereka sebenarnya adalah “dirtbiker” di negara asalnya. Eko dan kawan2 lain pun nekat mengajak kedua bule ini bergabung dengan grup kita. Versi lain nyebutin justru bule itu yang nekat minta ikut serta. Entahlah mana yang betul. Yang penting akhirnya mereka gabung dengan kita.

Duo bule Brett & Jen 

Belakangan baru kita tahu mereka berdua sebenarnya agak ragu dan bingung menolak ajakan tersebut. Mengingat motor yang dipakai terlalu kecil untuk offroad buat mereka yang berbadan besar dan ban yang digunakan masih standar abis! Namun bule pria yang belakangan diketahui bernama Brett Dal Pozzo sangat tertarik ikut perjalanan ini, begitu tulis pasangannya Jen Honey-Smith pada blog nya.

Onroad panjang menuju Baturotok

Amazing! Baru kali ini perjalanan TRACK mendadak di-intili oleh 2 bule nekat yang bahkan ga pake riding gear apa-apa kecuali helm standard!
Lepas sholat magrib kami pun akhirnya masuk kawasan Baturotok. Raungan 27 mesin motor trail segera memecah kesunyian hutan dan perbukitan. Turunan curam dan tanjakan terjal menjadi pemandangan akrab malam itu.


Night offroad, pengalaman pertama buat duo bule di Baturotok

Semua anggota grup berada dalam satu barisan rapat dari mulai captain hingga sweeper. Beberapa kali kita regrup nunggu barisan belakang yang melambat karena medan bebatuan licin dan penuh alur. 2 bule Australia itu menjadi menu kawalan kita malam itu. Eko dan Mas Heri berinisiatif mengawalnya.

Dengan ban standar dan tanpa riding gear memadai tentu mereka jadi kerja keras dan extra hati-hati biar motor ga nyungsep!

Night offroad Baturotok

Jen Honey-Smith yang berada di depan beberapa kali terpeleset akibat licinnya jalur. Bahkan beberapa kali digantiin posisinya sama pengendara lain. Sungguh bukan perjalanan yang mudah!

Eko Lelono yang masuk dalam barisan belakang sebenernya agak kewalahan dengan siksaan jalur yang dilalui. Eko sampai harus sering berhenti & menghela napas sambil berucap...”Berat”...”Berat”....Lebih berat dari 10 Days kemarin. Begitu juga dengan Engkong Yuda. Tak terhitung berapa kali Eko dan Engkong Yuda terjatuh. Jalur offroad di malam hari kadang menipu. Terlihat lebih mudah dibanding ketika hari terang.

Semakin malem temen-temen mulai low-batt. Kadex yang memimpin di depan kadang nyempetin diri tidur di tanah sembari menunggu grup lengkap. Tanda-tanda kampung terdekat belum terlihat.

Jam menunjukkan pukul 21.00. Akhirnya kita bertemu kampung. Ada persaan lega. Ups...tapi belum ada aba-aba dari Kadex kalau kita akan flying camp atau nge-camp di kampung ini. Semua peserta pun segera buka gas agar cepat sampai di tempat yang dituju.


Night offroad Baturotok

Setengah jam berjalan, kerusakan motor muncul lagi. Kali ini motor tunggangan Ipik mengalami copot kanvas rem depan. Cukup lama di utak-atik tapi ga membawa perubahan. Kanvas rem pun akhirnya dicopot. Ini artinya Ipik harus extra hati2 berjalan tanpa rem depan.

Untungnya malam itu cuaca cukup cerah walaupun sore harinya agak mendung. Membuat semua temen2 optimis melanjutkan perjalanan. Lain cerita kalau hujan turun. Boleh jadi malam akan berasa panjang banget.

Jam  23.00 kerlap kelip lampu di kejauhan mulai tampak. Sedikit harapan muncul dalam pikiran kami. Namun berapa lama dan berapa jauhnya jarak menuju kampung tersebut masih jadi tanda tanya besar. Bener nih itu kampung yang akan kita lewati atau cuma ilusi semata? Aaahh daripada harapan palsu lebih baik terus berjalan!

Jalur menuju Baturotok kabarnya adalah jalur legendaris. Pernah dipakai dari arah sebaliknya di event Six Days beberapa waktu lalu, kabarnya jalur ini sempat menjadi neraka karena perlu 2 hari 2 malam untuk melewatinya! Rasa cemas itu sempet juga ada di pikiran kami. Benarkah kita akan menghadapi “neraka” yang sama? Kalopun iya, ya udah jalanin aja.


Night offroad Baturotok

Jarum jam akhirnya mulai mendekati angka 1 malam ketika lambat laun kami mulai melewati potongan batang pohon yang berjejer rapih sebagai pagar kebun. Aaahh lumayan lega! Ini tandanya udah deket kampung. Kami juga yakin Kadex bakal tiup peluit, menghentikan perjalanan untuk hari ini. Kami tiba di Dusun Pusu malam itu dan minta izin untuk menginap malam ini.

Ada perasaan seneng selain karena kami dapat segera istirahat juga karena kami bisa nginap di kampung. Mendekatkan diri dengan penduduk lokal. Sebuah pengalaman yang tak mungkin dinilai dengan Rupiah.

Malam itu teman-teman diterima oleh beberapa penduduk yang masih terjaga, termasuk Kepala Dusun. Mereka kemudian nyiapin  3 rumah panggung untuk kami inapi. Salah satu warung yang sudah tutup dengan segera dibuka kembali untuk memasak mi instan, memenuhi hasrat perut kami yang sedari tadi sudah keroncongan.




Alhamdulillah malam itu bisa tidur dengan tenang. Lepas sudah kekuatiran kita-kita musti nginep di jalur offroad.


DAY 4

SELESAIKAN BATUROTOK!!!


Pagi hari di Dusun Pusu, bikin kita pasti menyatu dengan keramahan penduduk lokal. Kopi hitam asli hasil dari kebun setempat jadi hal wajib pelengkap obrolan pagi kita. Desa-desa di sekitar Baturotok dikenal sebagai penghasil kopi untuk konsumsi lokal dan antar pulau. Kualitas kopi yang baik juga di variasi dengan adanya kopi luwak. Kampung tertata cukup apik dengan jejeran rumah panggung yang tertata rapih disusun dengan model blok. Cuma kotoran sapi dan kuda aja yang berserakan, tapi ga banyak. Kamar mandi ada di tiap satu atau dua rumah. Sederhana dan lumayan bersih. Airnya juga dingin & berlimpah. Sebagaimana lazimnya di Sumbawa, kuda dan sapi berkeliaran dimana-mana.

  Pagi hari di Desa Pusu, Sumbawa

Diizinkannya kami menginap saat malam tadi cukup bikin heran pasangan Brett & Jen, bule Australia itu. Bagi mereka hal itu mustahil terjadi di negara asalnya. Jangankan nginep, ngetril aja banyak aturannya disana! Kita boleh berbangga memiliki keramahan kampung semacam itu.

Pengalaman di hampir setiap perjalanan offroad, hampir tidak pernah ada penduduk kampung yang nolak kalau kami minta izin untuk menginap. Sebagian besar atau bahkan semua selalu menerima  dengan tangan terbuka dan kehangatan, walaupun dengan kondisi seadanya. Itulah mengapa temen-temen TRACK lebih suka bermalam di rumah penduduk daripada hotel. Berasa menyatu sama penduduk lokal. Selain itu, murah!


Kongkow pagi di desa Pusu

Selesai sarapan pagi yang sederhana, nasi-mi instan-telur goreng, kami bergegas jalan. Pasangan bule nekat Brett & Jen memilih 'backtrack' menuju Sumbawa Besar dengan kawalan Kepala Dusun Pusu hingga ke jalan aspal terdekat. Setelah berfoto bersama dan berpelukan kami pun berpisah.


Rumah panggung Desa Pusu

Petualangan kami meneruskan  jalur offroad menuju Baturotok dimulai kembali. Lintasan offroad yang di malam hari tampak mudah justru bikin kami grogi ketika hari terang, karena semua rintangan menjadi jelas. Tipikal jalur Baturotok adalah turunan dengan tanah agak licin, tanjakan bebatuan, jalur lumpur datar dan anak sungai. Barisan pengendara masih sama dengan semula. Mereka yang suka kecepatan berada di barisan depan. Sementara yang lambat berada di belakang dengan kawalan sweeper.

Jalur ini juga dipakai penduduk untuk wara-wiri menuju desa terdekat. Harum wangi kopi tumbuk tercium di setiap kampung yang kami lewati.


Longsor di jalur Baturotok

Jalur Baturotok dalam kondisi setengah kering sangat layak buat dicoba. Bagi penyuka speed, jalur ini nikmat di kala kering walaupun selalu ada kejutan di setiap jalur menurun. Entah itu lubang jebakan atau permukaan tanah & bebatuan yang memaksa motor meluncur sendiri! Bagi penyuka cross-country jalur ini ideal banget. Ga terlalu nguras tenaga asal dilewati dengan konstan. Meliuk-liuk tanpa khawatir motor kehilangan traksi dan pijakan.  Asal yakin buka gas, motor pasti bisa melahap jalur. Arus anak sungai juga relatif pelan. Namun jangan gegabah, sedikit salah memilih jalur lumayan membuat motor tergelincir. Itu yang dialami Om Hansen! Sakitnya ga seberapa tapi malunya itu lhoo...!!!


Om Hansen klontang

Perjalanan dari Dusun Pusu menuju Baturotok akan melewati satu tanjakan sepanjang 150 m dengan permukaan landai dan sedikit licin di daerah Batulampeh. Tanjakan itu jadi ajang hiburan penduduk setempat. Namun menjadi ajang uji nyali bagi kami. Beberapa pengendara cukup kerepotan melibas tantangan ini. Mungkin karena demam panggung ditonton banyak orang.

Lepas dari Batulampeh kita menemui satu tanjalan terjal semen yang biasa dilintasi oleh mobil Jip Toyota FJ40 buat angkot pengangkut warga dan barang. Bukan perkara mudah membawa kendaraan sebesar itu wara-wiri di jalur yang licin ini. Apalagi sampai ke Dusun Pusu dengan tanjakan terjal dan celah sempit. Benar-benar tak terbayangkan! Seperti saat kita di jalur ada 2 jip yang rem-nya blong dan masih jalan!!!



Sekitar 2 km dari Batulampeh barulah kita benar-benar sampai di Desa Baturotok. Waktu menunjukkan pk. 15.00 WITA. Perut yang keroncongan harus nunggu masakan yang sedang diolah. Kamipun harus sabar menunggu sembari ngemil rujak Jeruk Bali yang banyak pohonnya daerah itu. Kami diterima makan siang di tempat Khairul, petugas kepolisian yang dengan hangat nyediain kami makan siang dengan menu nasi-ikan teri-mi goreng-telur dadar-sayur dan tempat rebahan.

Tanjakan licin dan terjal di Baturotok

Nikmaaattt!! Yang tak kalah nikmat juga adalah sambal ulek Sumbawa yang baru kali ini kami icipi. Beda dengan sambal ulek lainnya di Jawa. Pedasnya cukup, terasa ada kemirinya dan sedikit asin.

 Pak Khairul dkk lokasi makan siang di Baturotok

Selepas makan siang menjelang sore kami segera berjalan kembali untuk sesegera mungkin keluar dari jalur offroad. Ada sedikit kerinduan untuk bertemu jalan aspal. Namun formasi pengendara kurang memungkinkan kita untuk bergerak cepat.



Kemajuan Eko lumayan bagus. Tapi Engkong masih terpaut jauh. Di tengah keasyikan riding jelang magrib Kadex memberi isyarat agar kami berhenti & regrup menunggu barisan belakang. 

Tepat ketika adzan Isya berkumandang kami menjejakkan motor di jalur aspal lintas desa. Senang rasanya karena  Baturotok yang legendaris udah bisa kita lewati. Sekitar jam 22.30 WITA kami bermalam di Bungalow Kencana, Sumbawa Besar untuk selanjutnya besok menyebrang menuju Tambora.


Sampai di Bungalow Kencana ada pemandangan menarik yang kami lihat. Sepasang motor KLX standard terparkir di depan sebuah bungalow. Aaahhh ketemu lagi sama duo bule nekat!! Bisa-bisanya yah? Bener2 kayak di sinetron nih!


DAY 5

PENYELUNDUPAN MOTOR KE TAMBORA


Hari ini hari Jumat. Kadex ngasih info ke kita kalo bakal nyebrang dengan kapal kayu sebagai jalan pintas menuju Tambora. Kapal kayu? Okelah...kita ga berpikir terlalu jauh. Target kami hari ini bersih2, cuci baju, celana, daleman sampai cuci motor.  Matahari terik banget hari itu, ideal buat kami menjemur semua cucian.




Loading motor di pelabuhan Goa

Hari ini Agung Nugroho asal Sragen dan Om Hansen keluar dari barisan. Jatah offroad-nya udah full. Sementara lainnya baru setengah dosis. Indra Apriadi kembali bergabung hari ini setelah lumayan sehat sehabis 2 hari istirahat total.




Lepas Jumatan, Kadex kembali meneriakkan kata2 romantis...PREPARE!!! PREPARE!!! 15 MENIT LAGI JALAN...PREPARE!! PREPARE!!

Duo bule nekat yang selalu memakai kaos 7 Days pemberian kami menyapa saya. “Yes, I'm join again!” Ooh? Okelah kalo begetoh. Jadi kayak di sinetron ya, ketemu lagi...ketemu lagi. Jodoh!


 Suasana di kapal penyebrangan

Pastinya ini akan jadi perjalanan yang seru buat kami dan pastinya juga buat mereka berdua.

Sesuai prediksi panasnya Sumbawa memang bukan main-main. Buka usaha laundry kiloan kayaknya paling pas disini. Jemuran cepet kering!

Kami menuju Pelabuhan Goa untuk loading motor ke perahu.
Pelabuhan Goa masih satu wilayah dengan Pelabuhan Badas, Sumbawa Besar.

Ada dua perahu kayu motor yang kita sewa dengan biaya 5 juta per unitnya. Satu perahu maksimal bisa muat 15 motor. Jadi kalau dibagi rata, per motor kena urunan 350.000 untuk perjalanan yang diperkirakan sekitar 4-5 jam dan memotong jalur onroad sepanjang kurang lebih 250 km dengan titik temu di Pelabuhan Pekat, Calabai Nusa Tenggara Barat. Lumayan sepadan daripada harus bolak-balik regrup!


Kapal kayu menuju Pekat, Sumbawa

Loading memakan waktu kurang lebih 1 jam. Motor hanya diikat dengan tambang besar dan dikuatkan batang bambu. Selebihnya hanya doa yang menguatkan. Kalau kapal terombang-ambing dan ikatan lepas maka habislah motor kita! Seketika kapal motor mulai berlayar. Ombak cukup tenang, doa panjang sudah dipanjatkan dan saat nya menikmati laut nan indah.

Kurnia Jaya segera mendekat ke saya dan meminta simpanan obat anti mabuk. Untung saya masih simpan persediaan terakhir.


1 jam perjalanan awal terasa monoton. Kebanyakan dari kami tidur karena hembusan angin laut yang sejuk. Ditambah goyangan kapal, jadi kayak bayi di ayunan kain. Sejam berikutnya pemandangan Pulau Moyo di sisi kanan mengisi sisa perjalanan kami.

Sayang, rencana awal kami singgah ke pulau Moyo batal karena waktu yang ga cukup dan biaya yang lumayan tinggi. Padahal sudah kebayang bakal mampir di Air Terjun Mata Jitu yang konon pernah disinggahi Lady Diana. Dalam perjalanan sempat juga kami melihat seekor lumba-lumba melompat memotong lintasan kapal kami. Wow sungguh pemandangan yang langka! Ditambah pelangi yang sempat muncul menghias pulau Moyo. Amazing lah!


Sekalian nyebrang sekalian jemur daleman

Pengalaman mengangkut motor di kapal kayu mengitari Pulau Moyo boleh jadi pengalaman yang langka dan amazing. Buat kami, buat duo bule, bahkan mungkin buat pemilik kapal. Mungkin ini pengalaman satu-satunya seumur hidup bagi kami semua. Kami hanya membayangkan apa yang ada di benak duo bule nekat itu. Tak sengaja bertemu kami, ikut offroad dengan persiapan sangat seadanya, berpisah di Dusun Pusu dan sekarang bertemu kembali dengan motor yang sama-sama diangkut dalam satu kapal kayu. Amazing!

Komen si bule

Ombak yang kadang tinggi, membuat perjalanan kita makin seru. Ada kekuatiran, tapi aahh sudahlah kita berserah diri aja sama  Allah SWT. Dialah Yang Maha Menjaga. Yang penting motor sudah terikat baik. Eko Lelono mencoba nawarin lagi  coklat yang awalnya saya tolak. Mungkin rasa lapar yang membuat kami jadi rela melahap makanan apa saja.


Mengusir bosan di kapal

Di kapal lainnya Katon coba memancing tawa dengan lagak betawinya. Pas dengan kehadiran Reza disana, banyak momen menarik yang berhasil diambil Reza. Kedua kapal seperti beradu cepat sampai terlebih dahulu.

Getar mesin kapal kayu kadang tak mampu menahan rasa ngantuk. Ada aja diantara kami yang tertidur lalu bangun lalu tidur lagi. Desain kapal cukup unik. Bagian haluan diisi dengan motor atau barang sementara kemudi, toilet berada di buritan. Kapal dilengkapi dengan 5 jaket pelampung, walopun penumpangnya 15 hahaha!". Untuk urusan lampu sorot? Jangan harap ada di kapal ini. Bahkan banyak yang ga tau kalau sebenarnya kapal mesin yang saya naiki sempat mengalami masalah pada klep mesin pompa air. Hihi...Serem juga yah!


Jelang matahari terbenam cuaca berubah mendung dan sempat turun hujan ringan. Ombak masih naik-turun, bikin kapal oleng ke kiri dan ke kanan.

Menjelang pukul 19.00 WITA kapal mulai masuk ke pelabuhan Pekat, Dompu. 10 menit mendekat ke pelabuhan kapal bergerak ke arah kiri dan kanan. Ada gerangan apakah? Sepertinya kapal tidak dapat merapat ke dermaga karena ada satu kapal tanker besar yang sedang sandar. Kapal mencoba merapat di dermaga kayu. Namun bukan pilihan baik karena keliatannya kurang kokoh untuk menahan beban motor kami.

Kapal di depan kami pun mulai mengarah ke sisi yang lebih sulit, pantai!  Serius? Ya! Hingga akhirnya kapal benar-benar terhenti lurus, nancep di pasir pantai. Alamak jadi mirip penyelundup motor kita. Tapi okelah, ini keseruan lainnya yang ga mungkin kita dapet dimana-mana. Takjub? Iya! Seru? Bangggedd!


Unloading motor tepat di bibir pantai

Bahkan bule Aussie Brett dengan gesit langsung terjun ke pantai, membuka baju dan membantu satu persatu motor turun dari perahu ke pantai. Tinggi perahu ke pantai sekitar 1,8 meter membuat kita harus bergotong royong menurunkan motor. Tak mungkin hanya mengandalkan awak kapal. Beberapa motor ada yang langsung terbanting di pasir pantai. Tapi semua aman sampai motor terakhir yang turun.


Unloading motor di bibir pantai

Lepas pantai kami dipandu untuk mengisi perut makan malam dengan menu sederhana di rumah Om John di Doropeti yang berjarak 5  km dari Pelabuhan Pekat, Calabai.

Rasa lapar sepertinya udah benar-benar ga bisa ditahan. Menu Nasi-telor dadar-sambel terasa nikmat sampai kami tak ragu untuk tambah. Tak terkecuali duo bule itu. Ikutan nambah juga hahaha!
Leader setempat Om Tony TMX dan Om John hadir menemani kami. Mereka berdua yang akan memandu kami di dua hari terakhir.


Bermalam di Tempiro

Setelah selesai acara makan malam dan ngopi,  Om Tony mengajak kami ke lokasi kami menginap. Tempiro, sebuah pantai dengan mata air yang berlokasi tak jauh darinya. Asiikk kita buka tenda lagi di pantai! Sambil teteuup nge-cas HP di genset yang kita bawa.


Bermalam ditemani cahaya bulan dan alunan suara genset!

DAY 6

SAVANA RUN


Malam sebelumnya Om Tony TMX dan Om John memberi arahan pada kami. Start selambatnya jam 09.00 supaya ga terlalu malam mendaki kaki Tambora untuk sampai di tempat finish di Mata Air Piong.


Pagi hari kami segera bersiap2. Mencoba sensasi mandi di mata air yang tak jauh dari lokasi kami buka tenda. Menarik, kalo di pantai air laut terasa hangat, di mata air dengan 3-4 sumber ini air justru terasa dingin. Air keluar dari celah-celah akar mangrove, dimana kadang 1-2 monyet terlihat ikut meminum airnya. Cukup nyaman untuk berendam sesaat. Bahkan air limpasan yang mengarah ke pantai menjadi tempat minum & berkubangnya kawanan kerbau.


Pagi hari di Pantai Tempiro

Sembari menunggu seluruh rider bersiap2, Mami Joice - Nanang Sale iseng ngajak kami bergoyang senam bersama. Indra Kiwil, Mafid, Aike sampai Engkong Yuda antusias ikut serta. Mendekati pukul 9 Heri Cahyono berinisiatif mengajak kawan2 untuk memunguti sampah yang berserakan di sekitar tempat kita menginap sebelum ninggalin tempat. Aksi pungut sampah itu segera dapat sambutan dari semua peserta tak terkecuali duo bule Aussie itu. Emang sayang ya rasanya kalo pantai yang indah ini dibiarin kotor.


Olahraga senam gembira sebelum riding dengan instruktur "Mami Joice" alias Nanang Sale

Tepat pk. 09.30 Kadex membuka briefing. Ngasih info arah riding hari ini. Duo bule Aussie Brett & Jenna kali ini benar-benar berpisah dengan kita. So sad, senang rasanya udah bisa berbagi pengalaman dengan mereka. Mereka rencananya akan mencari spot lokasi selancar di sekitar Lakey Peak & Empang, Sumbawa.

 Om Jhon & Om Tony TMX leader Sumbawa & Tambora

Kami lalu melanjutnya riding, melintasi pesisir pantai hingga beradu speed di padang rumput luas dengan batu-batu muntahan Gunung Tambora yang berserakan. Kita bisa memilih sepuasnya jalur mana yang mau dilewatin, asal ga nyasar!



Beberapa rider bolak-balik mencoba undakan sebagai pijakan jumping. Fauzan yang tak tahan dengan jalur speed segera memacu CRF 230nya kejar mengejar dengan Kadex. Kadex pun meladeninya. Hingga sampai melintas di sebuah cekungan selebar 2 meter keduanya tak mampu mengendalikan motor dan terjatuh. Cukup lumayan insiden itu mengagetkan keduanya. Rahang fauzan sempat terantuk helm full facenya. Sementara Kadek dalam kondisi yang lebih baik.

Om Tony kemudian ngajak kita main-main di Bukit Bahagia. Sebuah lokasi di tebing pantai dengan pemandangan laut lepas yang begitu menakjubkan. Penuh bukit rumput hijau yang kali ini tanpa kawanan hewan ternak. 30 menit Om Tony memberi kami kesempatan berfoto ria hingga akhirnya kami keluar jalur dan istirahat makan siang.


Bukit Bahagia

Selepas makan siang Om Jhon coba masuk ke jalur menanjak di kaki lereng Tambora. Namun keliatannya salah arah. Kami pun berbalik arah. Di ujung arah balik ban motor Cing AM mengalami masalah dan harus kembali ke lokasi makan siang untuk ditambal. Ditemani Pakde Tris dan Agus Daryanto.

Menuju Tambora - Piong

Lama juga kami tunggu sampai akhirnya muncul. Agus & Pakde menyusul di belakangnya. Tapi kali ini tak sendiri. Motor Agus menderek motor milik warga yang mogok sementara Pakde membonceng anak si pemilik motor. Kadex dan Katon segera menghampiri  mencoba memperbaiki hingga mendorongnya. Namun untung tak dapat diraih, mesin motor tak juga mau menyala.

Sementara itu waktu sudah mendekati sore, grup harus bersiap berangkat kembali. Pakde Tris & Agus agak bersikukuh menderek & mengantar penduduk tersebut. Saya pun menawarkan diri mengawal keduanya. Mereka setuju. Grup akhirnya terbagi dua di daerah Savana Doro Ncanga. Yang melanjutkan offroad dan onroad. Info selanjutnya dari Captain Mobil Support Chodhot, grup offroad baru merapat ke Mata Air Piong jam 23.00 WITA.


Derek motor penduduk lokal ke Desa Garuda, Sumbawa

Saya bertiga Pakde Tris dan Mas Agus mengantarkan bapak-anak ini menuju Desa Garuda dekat Desa Pancasila, Sumbawa. Keren yah namanya. Satu-satunya jalan dengan nama Garuda yang saya kenal ya cuma di Kemayoran, Jakarta Pusat. Tapi mendengar nama Garuda atau Pancasila di Sumbawa pasti sensasinya lain.

Nama-nama daerah di Indonesia Bagian Timur emang unik dan bagus. Ada Poto Tano, Doropeti, Moyo, Kenawa, Tente, Praya, nama-nama yang tak mungkin ada di Jawa. Kalo aja para developer perumahan lebih paham & lebih nasionalis pasti akan milih nama ini dibanding nama luar seperti Beverly hills, Spring Ville, Daisy, Green Mansion dan lain-lain.

Ada alasan kuat mengapa kami bertiga ingin mengantarkan ayah-anak itu. Bapak Kamrudin dan Yanti sang anak yang berusia 11-12 tahun ini pingin kembali ke rumahnya setelah berbulan-bulan bekerja di ladang jagung milik kerabatnya. 4 anggota keluarga mereka, ayah-ibu, 2 anak bekerja disana. Yanti anak terkecil udah pingin kembali sekolah setelah tertinggal lama. Sang ayah mengantarkannya.

Mereka bertemu kami di lokasi tambal ban, tempat Cing AM memperbaiki ban. Keduanya terdiam memandangi kami sampai Pakde berinisiatif buka obrolan. Mereka belum makan hingga hari menjelang sore. Sedari pagi perut mereka hanya diisi singkong. Kemiskinan membalut mereka sampai mereka tak tahu harus berbuat apa ketika sepeda motor bebeknya mati. Jika kami tinggalkan di tengah padang savana entah sampai kapan mereka harus menunggu angkutan. Bahkan mungkin hingga malam tidak ada. Kalaupun ada kami tak yakin ia punya uang yang cukup. Berjalan menuntun motor? Mungkin sampai ke kampung terdekat bisa makan waktu 3 jam. Itupun masih teramat jauh dari Desa Garuda. Kami saja butuh waktu hampir 3 jam riding dari padang Savana Doro Ncanga menuju Desa Garuda dengan kecepatan rata-rata 30-50 kmj.

30 menit kami berjalan hujan deras turun mengguyur. Kami berdoa semoga aja kawan-kawan yang melanjutkan offroad selamat dari derasnya hujan. Sementara itu kami memilih berteduh sambil mencari warung untuk memberi makan ayah-anak ini. Kelar hujan, kami lanjutkan menderek motor dan mengantar mereka menuju rumahnya.

Tiba di Desa Garuda waktu udah hampir jam 19.30 WITA. Para tetangga berdatangan mencari tau apa yang terjadi. Yanti sang anak keliatannya seneng bisa kumpul sama teman-temannya kembali yang sudah lama ditinggalkan. Pak Kamrudin menawarkan kami menginap di rumahnya. Namun karena kondisi yang ga memungkinkan, kami pun bermalam di rumah Ketua RT yang hanya berjarak 10 meter dari rumahnya. Malam itu kami menahan perut kami untuk makan atau meminta makan. Kondisi ketua RT tak jauh berbeda dengan Pak Kamrudin yang serba kekurangan. Hanya pisang raja dan kopi asli daerah setempat yang disajikan ke kami. Tapi itupun udah cukup.

Offroad malem di kaki Tambora menuju Piong

Mas Agus membagi kurma yang dibawanya untuk Yanti dan kawan-kawannya. Malam itu membuat kami harus rela meringkukan badan diselimuti sarung di tengah udara dingin di lereng Tambora. Karena semua perlengkapan tidur masih ada di mobil support di daerah Piong.


FINAL DAY

RAKSASA ITU BERNAMA TAMBORA!

 Kaki tambora

Pagi hari di Desa Garuda ga beda dengan kampung lainnya. Pemandangan yang agak berbeda hanya masih banyaknya babi hutan yang kadang muncul di kandang ternak, atau monyet yang riuh di pepohonan. Selain itu minimnya sarana sanitasi yang memadai membuat sebagian penduduk memilih tidak mandi sehari-harinya atau mungkin hanya sesekali. Sarana “setor tunai” alias buang air besar di pagi hari pilihannya hanya ke anak sungai yang tak jauh dari desa tersebut. Beberapa penduduk mulai pergi ke kebun. Mata pencaharian utama mereka adalah pekebun dan peladang dengan komoditas kopi dan jahe.

Ketua RT, saya lupa namanya, sengaja memotong ayam kampung untuk disajikan sebagai sarapan bagi kami. Kami tau ia sengaja memotong ayam untuk menghormati kami. Maklum kondisi cukup sulit di daerah tersebut. Listrik kadang mengandalkan PLN namun seringpula dengan bantuan aki mobil.

Selesai sarapan kami pamit pergi untuk segera menyusul teman-teman yang ada di Piong. Tanpa mandi kami berpakaian dan segera isi bensin. Perjalanan dari Desa Garuda menuju Piong sama dengan mengitari setengah dari lingkar wilayah Gunung Tambora. Jalan dari mulai aspal halus, bebatuan, lintasan pasir panjang sampai jalan yang terpotong aliran sungai kami lewati.

Saat melewati sungai jernih dan deras yang memotong jalan kami bertiga ga menyia-nyiakan waktu, langsung nyebur untuk mandi dan sejenak berendam. Nikmat rasanya. Air begitu jernih dan deras. Tak rugi rasanya kami memilih jalan kesini.

Ga tahan liat kali jernih & deras, langsung nyemplung!

Panorama Tambora yang kami liat melalui ruas jalan sisi luar memang luar biasa. Gunung yang kekuatan letusannya 4x lebih hebat daripada Krakatau itu berukuran sangat besar. Ga kebayang bagaimana rupa awalnya dengan ketinggian 4000an meter! Pasti jauh lebih dasyat. Di perjalanan kami juga sempat melintas daerah dimana masih terdapat banyak sekali batu lontaran kawah Tambora yang dibiarkan berserakan. Rata-rata berukuran sebesar badan bayi.

Pondok Kerja TN Gunung Tambora, Kawinda To'i

Panas semakin terik. Perjalanan selama 4 jam belum juga mengantarkan kami ke Piong. Kami beristirahat sejenak di Desa Kawinda, lokasi Pondok Kerja Taman Nasional Gunung Tambora.  Mas Agus keliatannya udah ngantuk banget. Sesekali dia rebahan di bawah pohon rindang. Ga ada tanda-tanda kita akan berhenti makan siang. Karena emang belum ketemu warung makan. Bensin pun mulai menipis.
 Hadeehhh....

Setelah refueling kita melanjutkan perjalanan tanpa banyak berhenti, karena emang ga ada tempat berhenti yang enak. Hamparan padang savana kuning keemasan di sisi selatan berpadu dengan laut biru di sisi utara jadi pemandangan yang ga mungkin kita dapat di Jawa. Yang ada hanya indah, indah dan indah. Kami benar-benar bersyukur bisa jadi bagian dalam perjalanan ini.

TN Gunung Tambora di belakang kami

Pukul 14.00 WITA kami akhirnya tiba di Piong. Grup depan jelas udah jalan. Dari masyarakat sekitar kami dapat informasi kemungkinan mereka naik melalui jalur Tek-tok Kore. Kami pun akhirnya rehat untuk makan siang di daerah Sanggar, di satu-satunya warung makan yang masih buka di hari itu. Maklum kalo hari Minggu banyak warung tutup disana. Selesai makan kami rolling menuju Kota Bima.

 Menuju Pos 5 Gunung Tambora

Grup besar naik melalui jalur Kore menuju Pos 5. Dari cerita yang saya dapat, jalur menuju Pos 5 sangat panjang dan penuh ilalang tinggi. Mereka keluar jalur tek-tok itu di sore hari. Dan merapat ke Kota Bima sekitar pukul 20.00 WITA.

Selesai sudah cerita perjalanan 7 DAYS Expedition kali ini. Sebuah perjalanan yang seru penuh kesan dan Amazing! Insyaa Allah berjuma lagi di episode ekspedisi berikutnya!!! Salam.

Full team di Pos 5, Gunung Tambora

Team mobil support. Tanpa mereka kita ga ada apa2nya

5 peserta yakni Engkong Yuda, Pakde Tris, Eko Lelono, Fauzan dan Bang Aike melanjutkan ekspedisi ini ke Pulau Komodo, Pulau Padar & Pulau Kanawa, NTT. Aaah keren betul! Bikin ngiri kita aja nih...hik..hik..

 Komodo dan pawang-pawangnya

Pulau Padar yang lagi nge-trend

Pulau Kanawa, NTT













Komentar

  1. Luar biasa.. baru baca & nemu tulisan Mas Bures (Budi Respati) cerita menghanyutkan.. jadi pengen mengulang lagi..
    Thanks Mas bures telah ikut menemani antar penduduk yg membutuhkan kita..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TRABAS MERDEKA XV (Day 1): Gurihnya Suguhan Jalur Priangan Timur Sepanjang 130 km